BAB I
PENDAHULUAN
B. LATAR BELAKANG
Serangga merupakan kelompok organisme yang paling banyak jenisnya dibandingkan dengan kelompok organisme lainnya dalam Phylum Arthropoda. Hingga saat ini telah diketahui sebanyak lebih kurang 950.000 spesies serangga didunia, atau sekitar 59,5% dari total organisme yang telah dideskripsi (Sosromartono, 2000). Tingkat keragaman serangga yang sangat tinggi dapat beradaptasi pada berbagai kondisi habitat, baik yang alamiah seperti hutan-hutan primer maupun habitat buatan manusia seperti lahan pertanian dan perkebunan (Siswanto & Wiratno, 2001).
Tingginya keanekaragaman serangga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan. Kestabilan populasi hama dan musuh alaminya umumnya terjadi pada ekosistem alami sehingga keberadaan serangga hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu dikembangkan sehingga mampu menekan penggunaan pestisida untuk menekan serangga hama di lapangan, terutama pada tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Siswanto & Wiratno, 2001).
Informasi tentang keanekaragaman hayati pada areal perkebunan dan persawahan kini sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan komoditas tersebut secara organik untuk terwujudnya sistem pertanian berkelanjutan dan berbasis pada kelestarian ekosistem. Organisme yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya tanaman kini adalah serangga .
Keanekaragaman serangga baik dalam hal kelimpahan dan kepunahan maupun kekayaannya juga sangat terkait dengan tingkat tropik lainnya. Hal ini disebabkan adanya interaksi yang terjadi, baik diantara kelompok fungsional serangga maupun dengan tumbuhan yang selanjutnya akan membentuk keanekaragaman serangga itu sendiri. Penurunan keanekarangaman spesies serangga herbivora dapat menimbulkan ”efek domino” terhadap keanekaragaman musuh alami serangga-serangga tersebut. Kemungkinan ini cukup beralasan karena serangga mendukung hampir setengah dari jumlah spesies predator dan parasitoid (Bernays, 1998).
Alasan lainnya adalah sebagian besar spesies serangga berifat monofag. Dari hasil inventori yang dilakukan terhadap 5000 spesies serangga di Inggris diketahui bahwa 80% diantaranya bersifat monofag dan kurang dari 10% memakan tanaman lebih dari 3 famili (Schoonhoven et all., 1998). Selain itu setiap spesies serangga membutuhkan mikrohabitat yang unik atau spesifik. Semakin sedikit spesies tumbuhan yang dijumpai pada suatu areal, semakin sedikit variasi mikrohabitat yang tersedia dan semakin sedikit pula spesies serangga yang mampu didukungnya. Oleh karena itu upaya yang serius untuk menunjang ketersediaan mikrohabitat tersebut perlu dilakukan.
Mengingat jumlahnya amat banyak serangga amat berperan bagi ekosistem dan bagi keberadaan manusia di bumi. May Berenbaum (1995), entomologist dari University of Illinois menyatakan peran serangga sebagai berikut: ‚like it or not, insects are a part of where we have come from, what we are now, and what we will be‛. Beberapa contoh dapat disampaikan di sini, seperti penyuburan tanah, siklus nutrisi, propagasi tanaman, polinasi dan penyebaran tanaman, termasuk menjaga struktur komunitas hewan melalui rantai dan jaring makanan. Sebagai kelompok organisme yang amat penting bagi ekosistem, para ahli menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies beberapa serangga dinyatakan sebagai ‚keystone species‛, misalnya peran rayap sebagai dekomposer, atau pun serangga yang hidup dalam ekosistem akuatik, yang berperan dalam siklus nutrisi untuk kehidupan organisme di dalam air (Gullan dan Cranston, 2005).
Contoh lainnya adalah nyamuk. Bila jentik nyamuk tidak ditemukan dalam suatu ekositem perairan, ratusan ikan harus mengubah cara makan mereka agar dapat tetap bertahan hidup. Tetapi masalahnya tidak sesederhana itu karena perilaku makan ikan sudah tercetak secara genetis, sehingga hilangnya jentik nyamuk dapat mengakibatkan matinya ikan yang akhirnya dapat berakibat terganggunya jaring dan rantai makanan (Fang, 2010) ..
Bagi manusia, tanpa kita sadari, sebagian besar makanan yang kita makan sekitar 50% keberadaannya tergantung pada serangga karena serangga membantu penyerbukan sekitar 80% dari semua tumbuhan yang berbunga yang ada di bumi. Kebergantungan manusia pada serangga tidak hanya terhadap makanan yang berasal dari tumbuhan tetapi juga makanan yang berasal dari hewan, karena hewan memakan tumbuhan yang keberadaannya banyak dibantu oleh aktivitas serangga.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitian untuk mendapatkan data statistik keanekaragaman serangga Insekta di arboretum UMM
D. BATASAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah tersebut , maka batasan masalah penelitian ini adalah:
Serangga yang diteliti adalah serangga Insekta yang berada di Arboretum
Serangga yang masih berbentuk larva ataupun telur tidak termasuk penelitian
Serangga yang menjadi sampel adalah serangga yang masuk perangkap.
E. TUJUAN PENELITIAN
untuk mengetahui keanekaragaman serangga Insekta yang terdapat di arboretum UMM
Untuk mempelajari kelimpahan dan keanekaragaman serangga yang ada di arboretum
F. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini dapat dijadikan :
Sebagai informasi bagi masyarakat dan mahasiswa mengenai Keanekaragaman Serangga Insekta yang terdapat di Arboretum sekitar UMM
Sebagai bahan Kajian bagi mahasiswa biologi khususnya mata kuliah Ekologi hewan yang berhubungan dengan serangga
pengetahuan tentang hubungan antara tanaman dengan serangga hama dapat digunakan untuk menentukan pengendalian yang efektif. Adanya data biologis atau ekologis mengenai serangga dengan lingkungannya secara menyeluruh akan membantu pengelolaan hama secara tepat
G. TINJAUAN PUSTAKA
a. Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman spesies adalah perbandingan antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam suatu komunitas yang berkaitan dengan kestabilan lingkungan dengan komunitas yang berbeda. Keanekaragaman memiliki peranan penting untuk menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam oleh turut campurnya manusia (Michael, 1994)
Keanekaragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies di antara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Keanekaragaman yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi pula. Jumlah spesies dalam komunitas adalah penting dari segi ekologi, karena keanekaragaman spesies akan bertambah bila komunitas stabil. Ganggauan parah dapat menyebabkan penurunan yang nyata dalam keanekaragaman. Keanekaragaman yang besar juga mencirikan sejumlah besar populasi (Michael, 1994)
b. Tinjauan umum tentang Serangga
Serangga memiliki nama ilmiah Insecta, dan merupakan salah satu dari kelas binatang beruas atau Arthropoda. Serangga disebut juga heksapoda yang berasal dari kata heksa yang artinya 6 (enam) dan kata podos yang berarti kaki. Kelas insekta termasuk dalam sub filum Atelocerata. Insekta merupakan kelas terbesar dalam filum arthropoda, beranggota 675.000 spesies yang tersebar disemua penjuru dunia. Insekta merupakan invertebrata yang hidup di darat, di tempat kering dan dapat terbang (Jasin, 1993).
Menurut Lilies (1991) kelas insekta dibedakan menjadi 2 subkelas yaitu subkelas Apterygota (serangga tak bersayap) clan subkelas pterygota (serangga bersayap). Kelas serangga herbivora terbagi dalam beberapa ordo diantaranya yaitu :
1. Ordo Protura
Termasuk serangga primitif dengan tubuh hanya beberapa milimeter. Tidak mempunyai sayap, antena, dan mata, tetapi memiliki bintik hitam di kiri kanan kepala. Fungsi antena digantikan oleh kaki depan yang selalu diangkat ke atas, sehingga berjalan hanya dengan kaki depan dan belakang. Habitatnya di tempat sejuk dan lembap, seperti di bawah batu-batuan, serasah, tanah berhumus, batang pohon roboh, dan di kulit pohon. Terdiri atas lebih dari 100 jenis teridentifikasi.
2. Ordo Diplura
Langsing dan kecil, berukuran 5-10 mm. Tidak bersayap dan tidak bermata, antena panjang. Ekornya berupa sepasang rambut atau pencapit. Hidup tersembunyi di tempat-tempat lembap, di bawah serasah, sampah, humus, batu-batuan, dan sebagainya. Gerakannya cepat dan takut cahaya. Makan tanaman segar atau busuk, jamur, dan binatang kecil. Jenis teridentifikasi sekitar 100 jenis.
3. Ordo Collembola (agas-agas)
Termasuk serangga bertubuh kecil dengan panjang beberapa milimeter dan tidak bersayap. Antena cukup panjang, umumnya bermata. Di ujung bawah abdomen terdapat semacam ekor untuk meloncat. Menyukai lingkungan yang basah atau lembap, biasa ditemukan di antara lumut, humus, sampah, sarang semut dan rayap, gua, serta di sekitar perairan tawar maupun laut. Agas-agas yang hidup di sarang semut atau rayap tidak bermata dan berekor pegas. Makanan utamanya spora dan semaian tanaman. Agas-agas yang hidup di permukaan air makan ganggang renik. Jenis teridentifikasi mencapai 1500.
4. Ordo Thysanura (perak-perak/renget)
Menyukai lingkungan yang sejuk dan lembap seperti di hutan, kebun, dan juga lingkungan kering dalam rumah seperti pada laci meja, lemari pakaian, lemari buku, tumpukan kertas/karton, serta gudang. Beberapa hidup di sarang semut atau rayap. Tubuhnya gepeng mengecil ke belakang atau agak silindris, panjang 10-20 mm, bersisik putih keperak-perakan, kelabu, atau coklat kehitaman, dan mengkilat.
Kepalanya agak besar, berantena panjang, bermata besar atau kecil, dan tidak bersayap. Jenis yang hidup di sarang semut atau rayap tidak bermata. Berekor berupa 2-3 rambut kaku panjang yang dinamakan sersi. Gerakannya cepat, umumnya menghindari tempat-tempat terang. Makanannya tumbuhan mati dan busuk, jamur, lumut, jili dan buku, kertas, dan juga pakaian. Jenis teridentifikasi sekitar 40 jenis, contoh yang biasa ditemukan dalam rumah adalah Lepisma saccharina.
5. Ordo Orthoptera (belalang, jangkrik)
Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang.
6. Ordo Blattaria (lipas)
Sudah hidup sejak zaman karbon (350-270 juta tahun yang lalu). Pada kedua sisi kepala terdapat mata majemuk berwarna hitam. Tepat di bawah mata terdapat cekungan tempat keluar antena filliform (bentuk benang). Di antara kedua pangkal antena terdapat mata tunggal yang disebut osellus.
Lipas mempunyai mulut tipe penggigit dan pengunyah. Memiliki dua pasang sayap. Sayap depan disebut tegmina, liat seperti kulit atau perkamen, tidak tembus cahaya, untuk melindungi sayap belakang yang lebih besar, halus, tipis, transparan, serta digunakan untuk terbang. Habitatnya adalah hutan, pemukiman manusia, serta tempat gelap, kotor, dan lembap. Makanannya berupa daun yang mulai membusuk, ranting lapuk, bahan dan sisa makanan manusia, bahkan kotoran manusia.
Dapat menularkan penyakit disentri (Entamoeba hystolica), lepra (Mycobacterium leprae), mycorysis yaitu keracunan saluran pencernaan akibat jamurAspergillus sp., serta menjadi inang cacing pita. Namun ada beberapa jenis yang hidup di hutan dan timbunan sampah yang berperan sebagai perombak sisa-sisa tanaman atau bangkai hewan sehingga membantu menyuburkan tanah.
7. Ordo Mantodea (belalang)
Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.
8. Ordo Lepidoptera (kupu-kupu)
Kupu-kupu dan ngengat (rama-rama) merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera, atau 'serangga bersayap sisik' (lepis, sisik dan pteron, sayap). Secara sederhana, kupu-kupu dibedakan dari ngengat alias kupu-kupu malam berdasarkan waktu aktifnya dan ciri-ciri fisiknya. Kupu-kupu umumnya aktif di waktu siang (diurnal), sedangkan gengat kebanyakan aktif di waktu malam (nocturnal). Kupu-kupu beristirahat atau hinggap dengan menegakkan sayapnya, ngengat hinggap dengan membentangkan sayapnya. Kupu-kupu biasanya memiliki warna yang indah cemerlang, ngengat cenderung gelap, kusam atau kelabu. Meski demikian, perbedaan-perbedaan ini selalu ada perkecualiannya, sehingga secara ilmiah tidak dapat dijadikan pegangan yang pasti. (van Mastrigt dan Rosariyanto, 2005). Kupu-kupu dan ngengat amat banyak jenisnya. Di Jawa dan Bali saja tercatat lebih dari 600 spesies kupu-kupu. Jenis ngengatnya sejauh ini belum pernah dibuatkan daftar lengkapnya, akan tetapi diduga ada ratusan jenis (Whitten dkk., 1999).
9. Ordo Hymenoptera (tawon, lebah)
Lebah madu adalah salah satu jenis serangga dari sekitar 20.000 spesies lebah. Saat ini ada sekitar tujuh spesies lebah madu yang dikenal dengan sekitar 44 subspesies. Semua spesies ini termasuk dalam genus Apis. Mereka memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Selain itu mereka juga membuat sarang dari lilin, yang dihasilkan oleh para lebah pekerja di koloni lebah madu.
10. Ordo Coleoptera (kumbang)
Kumbang adalah salah satu binatang yang memiliki penampilan seperti kebanyakan spesies serangga. Ordo Coleoptera, yang berarti "sayap berlapis", dan berisi spesies yang sering dilukiskan di dalamnya dibanding dalam beberapa ordo lain dalam kerajaan binatang. Empat puluh persen dari seluruh spesies serangga adalah kumbang (sekitar 350,000 spesies), dan spesies baru masih sering ditemukan. Perkiraan memperkirkan total jumlah spesies, yang diuraikan dan tidak diuraikan, antara 5 dan 8 juta. Kumbang dapat ditemukan hampir di semua habitat, namun tidak diketahui terjadi di lautan atau di daerah kutub. Interaksi mereka dengan ekosistem mereka dilakukan dengan berbagai cara. Mereka sering makan pada tumbuhan dan jamur, merusak pertahanan binatang dan tumbuhan, dan memangsan invertebrata lain. Beberapa spesies dimangsa berbagai binatang seperti burung dan mamalia. Jenis tertentu merupakan hama agrikultur, seperti Kumbang kentang Colorado Leptinotarsa decemlineata.
Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen yakni :
1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies
2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan species itu (yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dsb) tersebar antara banyak species itu. (Anonimous, 2008).
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk dan pemakan tumbuhan. Untung (1996) berpendapat bahwa setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi.
H. METODE PENELITIAN
Penelitian ini Menggukan metode survey yaitu Pengambilan sampel artropoda secara langsung dengan menggunakan perangkap pitfal (pitfall trap) dan jaring (Sweepnet)
F. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
a) (pitfall trap)
b) jaring (Sweepnet).
c) Kamera
d) Cangkul
e) Gelas aqua
f) Plastik
b. Bahan
a) Air Sabun
G. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat pengambilan sampel di arboretum yaitu lingkungan konservasi yang ada di Universitas Muhammadiyah Malang. Penellitian di laksanakan pada Bulan April dan Bulan Juni selama 2 Hari
H. CARA KERJA
Tahap persiapan
1. Melakukan observasi ke lokasi penelitian
2. Menentukan waktu Penelitian
3. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian
Tahap pelaksanaan
Penangkapan dengan pitfall trap
1. Memasang Perangkap pitfall trap di dalam tanah , dan permukaan pitfall trap harus rata dengan tinggi tanah, pitfall trap di letakkan di bawah pohon-pohon. masing-masing pohon 1 buah phitfall trap dengan jarak antar pitfall trap ± 1 m
2. Mengisi pitfall trap dengan air campuran sabun hingga penuh.
3. Penagkapan pitfall trap dipasang selama 12 jam
4. Memasukkan serangga yang tertangkap ke palstik, dan mengidentifikasi jenis sewrangga tersebut
Penangkapan dengan jaring (Sweepnet).
1. melakukan Penangkapan dengan jaring secara langsung terhadap arthropoda yang berterbangan di sekitar pohon-pohon di arboretum
2. Mengidentifiasi jenis serangga yang tertangkap
I. TEKNIK ANALISI DATA
Perhitungan keanekaragaman Arthropoda dihitung dengan menggunakan rumus jumlah famili dibagi dengan akar jumlah total individu yang ada di lapangan (Michael, 1994)
Kriteria untuk nilai keanekaragaman Shannon H` menggunakan kriteria yang telah dimodifikasi oleh Suana dan Haryanto (2007) sebagai berikut:
Sedangkan perhitungan kelimpahan masing- masing famili yang paling dominan di lapangan adalah dengan menghitung jumlah individu satu famili terkoleksi dibagi dengan jumlah total individu seluruh famili selama pengamatan atau dapat ditulis dengan rumus (Michael, 1995) :
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan keanekaragam serangga yang terdapat di pohon-pohon arboretum, dalam penelitian tersebut menemukan beberapa jenis serangga yang termasuk arthropoda yang tersebar di beberapa tempat yaitu di bawah pohon, di batang pohon dan di atas pohon dengan berterbangan, serangga yang terdapat di atas pohon dan di pohon ditanggap menggunakan metode penangkapan langsung dengan jaring, dan serangga yang terdapat di bawah pohon ditangkap dengan pitfall.
Hasill tangkapan jenis artropoda di identifikasi dan dikumpulkan berdasrkan famili dalam bentuk tabel berikut:
No Nama Spesies Famili Jumlah individu Kelimpahan
1 Dissosteira carolina Acrididae 4 6,56
2 Lubber grasshopper lubberae 2 3,28
3 Ischnura senegalensis Coenagrionidae 2 3,28
4 Orthetrum sabina
Libellulidae
3 4,92
5 Atractomorpha crenulata Pyrgomorphidae 2 3,28
6 Borbo cinnara
Hesperiidae
3 4,92
7 Leptosia nina
Pieridae
2 3,28
8 Apis cerana
Apidae
1 1,64
9 Lasius fuliginosus Formicidae 37 60,66
10 Anthomyia pluvialis Anthomyiidae 4 6,56
11 Drosophila melanogaster Drosophilidae 1 1,64
Total Individu 61
Adapun klasifikasi jenis serangga klas insekta yang ditangkap adalah:
1. KLASIFIKASI BELALANG KUNING
Kingdom : Animalia
Filum : Artropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Acrididae
Genus : Dissosteira
Spesies : Dissosteira Carolina
2. KLASIFIKASI BELALANG RUMPUT
Kingdom : animalia
Filum : arthropoda
Kelas : insecta'
Ordo : orthoptera
Family ; lubberae
Genus : lubber
Spesies : Lubber grasshopper
3. KLASIFIKASI CAPUNG JARUM
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Odonata
Suborder : Zygoptera
Superfamily : Coenagrionoidea
Family : Coenagrionidae
Genus : Ischnura
Species : Ischnura senegalensis
4. KLASIFIKASI CAPUNG HIJAU
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Odonata
Suborder : Anisoptera
Superfamily : Libelluloidea
Family : Libellulidae
Genus : Orthetrum
Species : Orthetrum sabina
5. KLASIFIKASI BELALANG HIJAU
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Superphylum : Panarthropoda
Phylum : Arthropoda
Superclass : Panhexapoda
Epiclass : Hexapoda
Class : Insecta
Subclass : Dicondylia
Division : Neoptera
Superordo : Orthopterida
Ordo : Orthoptera
Subordo : Caelifera
Superfamily : Acridomorpha
Superfamily : Pyrgomorphoidea
Family : Pyrgomorphidae
Genus : Atractomorpha
Specific name : crenulata
Spesies : Atractomorpha crenulata
6. KLASIFIKASI KUPU-KUPU COKLAT
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Lepidoptera
Superfamily : Hesperioidea
Family : Hesperiidae
Subfamily : Hesperiinae
Genus : Borbo
Species :Borbo cinnara
7. KLASIFIKASI KUPU-KUPU PUTIH
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Lepidoptera
Superfamily : Papilionoidea
Family : Pieridae
Subfamily : Pierinae
Tribe : Anthocharini
Genus : Leptosia
Species : Leptosia nina
8. KLASIFIKASI LEBAH MADU
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Apidae
Bangsa : Apini
Genus : Apis
apesies : Apis cerana
9. KLASIFIKASI SEMUT HITAM
Kingdom : Animalia
Ordo : Hymenoptera
Divisi : Holometabola
Klas : Insecta
Famili : Formicidae
Genus : Lacius
Species : Lasius Fuliginosus
10. KLASIFIKASI LALAT HITAM
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Anthomyiidae
Spesies : Anthomyia Pluvialis
11. KLASIFIKASI LALAT MERAH
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, tingkat kelimbahan tertinggi hewan arthropoda dari kelas insekta terdapat pada hewan semut hitam Lasius Fuliginosus, semut hitam yang tertangkap sejumlah 37 sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada hewan Apis cerana dan Drosophila melanogaster yang memilki jumlah masing masing 1, dan hewan arthropoda yang lain memilki kelimpahan antar 4-6 dengan jumlah individu 2-6. Semut serangga yang memiliki peranan ekologi yang sangat penting, kelimpahan arteropoda Semut diarboretum disebabkan karena semut merupakan serangga eusosial yang penyebarannya sangat luas dan semut memiliki memiliki kemampuan adaptasi sehingga keberadaannya mempu hidup disemua habitat seperti di pasir, padang rumbut, pepohonan dan tempat-tempat basah.
Dalam setiap tempat Semut mencapai dominasi dalam hal jumlah individu dan biomasa hewan daratan. Di habitat alaminya, semut memiliki peran-peran ekologis yang penting. Pada ekosistem daratan, oleh karena itu semut menjadi pemangsa utama terhadap invertebrata kecil. Semut dapat menggali sejumlah besar tanah sehingga menyebabkan terangkatnya nutrisi tanah. Semut membentuk simbiosis dengan berbagai serangga, tumbuhan, dan fungi. Tanpa bersimbiosis dengan semut, organisme tersebut akan menurun populasinya hingga punah. Selain sebagai pemangsa, semut juga adalah mangsa yang penting bagi berbagai serangga, laba-laba, reptil, burung, kodok, bahkan bagi tumbuhan karnivora. Peran. (Rozak.2006)
Hasil perhitungan keanekaragaman arthropoda di arboretum tergologong rendah, keanekaragaman arthropoda insekta di arboretum H’=1,4 dari yang ditemukan 11 famili dan 61 individ, keanekaragaman artropoda yang rendah disebabkan oleh pemanfaatan dan perawatan habitat yang belum optimal. Menurut Pratiwi et. al. (1991), ada berbagai faktor yang mempengaruhi keanekaragaman yaitu pola rantai makanan, macam sedimen, kompetisi antar dan intra jenis atau individu. Kesamaan faktor ini merupakan gabungan kompleksitas yang sulit dijabarkan.
Keanekaragaman artropoda dari kelas insekta di arboretum kebanyakan termasuk artropoda herbivora, keberadaan artropoda herbivora memilki peran yang penting dalam menyediakan makanan bagi artropoda predator dan artropoda parasitoid Sehingga keanekaragaman artropoda herbivora di arboretum tidak akan menimbulkan permasalahan serius. Hal ini karena adanya populasi predator dan parasitoid yang lebih tinggi di arboretum, secara alamiah artropoda parasitoid dan predator dapat menekan populasi herbivora dan dapat menjaga keseimbangan ekosistem artropoda ,
Rendahnya keanekaragaman artropoda juga disebabkan karena aplikasi pestisida terhadap tumbuh-tumbuhan di arboretum, pestisida dapat memberikan manfaat bagi tumbuhan tetapi pestisida juga memberikan efek yang negatif terhadapat keberlangsungan kehidupan artropoda, pestisida dapat menjadi faktor utama menurunnya kelimpahan arthropoda dalam setiap jenjang fungsional yang ada di agroekosistem arboretum. Flint dan Bosch (1990) mengemukakan bahwa pestisida tidak hanya bersifat perusak biosfer melalui peracunan langsung dan tidak langsung terhadap organisme tetapi juga dapat mempengaruhi kelimpahan populasi jenis melalui penyederhanaan jaring-jaring makanan dari hewan pada jenjang tumbuh yang lebih tinggi.
Menurut Oka (2005) penggunaan pestisida dapat membantu menekan populasi hama bila formulasi yang digunakan, waktu dan metode aplikasinya tepat. Sebaliknya sekaligus menimbulkan akibat-akibat samping yang tidak diinginkan diantaranya; hama sasaran berkembang menjadi tahan (resisten) terhadap pestisida dan musuh-musuh alami serangga hama yaitu predator dan parasitoid juga ikut mati.
BAB III
KESIMPILAN
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, tingkat kelimbahan tertinggi hewan arthropoda dari kelas insekta terdapat pada hewan semut hitam Lasius Fuliginosus, semut hitam yang tertangkap sejumlah 37 sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada hewan Apis cerana dan Drosophila melanogaster yang memilki jumlah masing masing 1, dan hewan arthropoda yang lain memilki kelimpahan antar 4-6 dengan jumlah individu 2-6. Semut serangga yang memiliki peranan ekologi yang sangat penting, kelimpahan arteropoda Semut diarboretum disebabkan karena semut merupakan serangga eusosial yang penyebarannya sangat luas dan semut memiliki memiliki kemampuan adaptasi sehingga keberadaannya mempu hidup disemua habitat.
Hasil perhitungan keanekaragaman arthropoda di arboretum tergologong rendah, keanekaragaman arthropoda insekta di arboretum H’=1,4 dari yang ditemukan 11 famili dan 61 individ, keanekaragaman artropoda yang rendah disebabkan oleh pemanfaatan dan perawatan habitat yang belum optimal. Menurut Pratiwi et. al. (1991), ada berbagai faktor yang mempengaruhi keanekaragaman yaitu pola rantai makanan, macam sedimen, kompetisi antar dan intra jenis atau individu. Kesamaan faktor ini merupakan gabungan kompleksitas yang sulit dijabarkan
Daftar Pustaka
Bambang, Irwanto. 2008. Inventarisasi Hama-Hama Penting dan Parasitoid Pada Buah Mangga (Mangifera sp) Di Laboratorium FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN.
Bernays, E.A. 1998. Evolution of feeding behavior in insect herbivoras: Successeen as different ways to eatwithout being eaten. Bioscience 48(1): 35-44.
Colwell, R.K. 2000. EstimateS: statistical estimate of species richness and shared species from sample. Version 6.0b1 [serial online]. http://www.vicerov,eeb.ucoon.edu/estimates.
Mahrub, E. 1997. Struktur Komunitas Arthropoda Pada Ekosistem Padi Tanpa Perlakuan Insektisida. Dalam Kumpulan Prosiding Konggres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Simposium Entomologi. Bandung, 24 – 26 Juni 1997. Bandung
Siswanto & Wiratno. 2000. Biodervisitas serangga pada tanaman panili (Vlanillaplanipolia) dengan tanaman penutup tanah Arachis pintoi K. (Proseding Seminar Nasional III). Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian .Rineka Cipta : Jakarta
Lilies, S. Christina. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius: Yogyakarta.
http ://www.bingregory.com/wp-content/uploads/2009/12/kuini
http ://Zahrial fazri jonleo.blogspot.com, tanggal 16 April2013