Siklus Hidup Tungau Laba-laba Pada Stroberi
Tungau laba-laba di dalam hidupnya mengalami metamorfosis yang disebut epimorfosis. Epimorfosis terdiri atas beberapa stadia, yaitu telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan imago.
Setiap stadia bervariasi dalam kerentanan terhadap tekanan lingkungan,
dan beberapa spesies mempertahankan diri dengan mengembangkan suatu
stadia khusus, yaitu stadia diapause yang tahan terhadap
lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangannya. Perkembangan tungau
laba-laba relatif cepat dengan siklus hidup yang relatif singkat tetapi
keperidiannya tidak tinggi untuk golongan artropoda. Berikut ini adalah
gambar siklus hidup tungau laba-laba yang merupakan salah satu hama pada tanaman stroberi.
Stadia Telur dan Larva
Stadia telur berlangsung selama 3 – 4
hari. Mortalitas telur biasanya menurun bila terjadi pembuahan. Telur
yang dibuahi mempunyai peluang menetas yang lebih baik daripada telur
yang tidak dibuahi. Stadia larva merupakan stadia yang paling singkat pada perkembangan tungau laba-laba, yaitu hanya membutuhkan waktu 1 hari.
Stadia Nimfa (Protonimfa dan Deutonimfa)
Stadia nimfa berlangsung selama 4 hari.
Stadia ini terbagi dua, yaitu stadia protonimfa dan deutonimfa.
Deutonimfa calon betina melekat pada permukaan daun, berdiam diri, dan
kemudian memasuki masa istirahat terakhirnya, yaitu teliokrisalis.
Stadia Imago
Tungau laba-laba jantan menjadi dewasa mendahului tungau betina dan berada di dekat tungau betina yang sedang berada dalam stadia teliokrisalis. Jantan diduga dipandu oleh benang sutera dan pemikat kelamin (sex attractant)
yang dilepaskan calon betina sehingga dapat menemukan teliokrisalis
betina. Calon betina ini semakin lama semakin menarik jantan. Semakin
mendekati waktu ganti kulit semakin banyak jantan yang mendekat.
Perilaku jantan yang mendampingi stadia teliokrisalis betina tetranychid sebagai pendampingan prakopulasi (precopulatory guarding).
Perilaku demikian menunjang pembuahan karena hanya kopulasi pertama
yang efektif bagi betina tetranychid. Kopulasi terjadi segera setelah
betina muda muncul. Hal ini dapat menerangkan mengapa pada suatu
populasi biseksual yang normal, semua betina hampir selalu kopulasi.
Oviposisi pada Tetranychidae didahului oleh masa praoviposisi yang singkat. Oviposisi
ini mencapai puncaknya secara cepat dan diikuti dengan penurunan
oviposisi secara perlahan. Seekor tungau betina mampu meletakkan telur
sebanyak 10 butir per hari. Imago betina dapat hidup sampai 24 hari
dengan jumlah telur 200 butir. Banyaknya generasi dalam satu musim
menyebabkan kerusakan yang ditimbulkan juga besar.
Tipe penetapan jenis kelamin tungau laba-laba
adalah tipe arenotoki. Keturunan yang jantan berkembang dari
telur-telur yang tidak dibuahi dan yang betina dari telur-telur yang
dibuahi. Imago betina yang kopulasi akan menghasilkan keturunan jantan
dan betina karena tidak semua telur dapat dibuahi. Oleh karena itu,
jenis kelamin dari keturunan yang dihasilkan ditentukan oleh pembuahan
dari telur. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal perilaku makan dan
bertelur antara imago betina yang kopulasi dan yang tidak kopulasi,
namun ada kecenderungan pada imago betina yang kopulasi akan menyebar
koloninya. Nisbah kelamin yang ’normal’ dari tetranychid tidak
diketahui, namun jumlah betina umumnya lebih banyak daripada jumlah
jantan.
Selain mengalami perkembangan yang aktif, tungau laba-laba
juga memiliki stadia diam atau inaktif (krisalis). Stadia inaktif ini
terjadi sebanyak tiga kali yang menandakan akan adanya pergantian kulit,
yaitu protokrisalis (antara stadia larva dan protonimfa), deutokrisalis
(antara stadia protonimfa dan deutonimfa), dan teliokrisalis (antara
stadia deutonimfa dan imago). Selama periode tidak aktif ini tungau akan
mengaitkan dirinya pada substrat dan sebuah kulit baru terbentuk
sebelum terjadi pelepasan eksuvium. Integumen robek di bagian dorsal
kemudian tungau akan membebaskan diri dari eksuvium. Kulit lama tetap
melekat pada substrat.
Tungau laba-laba
pada masa inaktif sangat mudah diserang oleh predator. Meskipun begitu,
tungau menghabiskan hampir setengah dari siklus hidupnya antara
menetasnya telur dan munculnya imago sebagai stadia inaktif. Lamanya
stadia inaktif ternyata memiliki kepentingan ekologi yang melebihi dari
risiko pemangsaan oleh predator, yaitu suatu mekanisme pertahanan
terhadap hujan yang tidak dapat diprediksi. Hujan merupakan faktor
kematian utama tungau. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian pengaruh
hujan buatan terhadap tingkat kematian stadia inaktif dan aktif bahwa
mortalitas dewasa T. kanzawai lebih tinggi secara nyata dibandingkan deutonimfa inaktif.
mohon dihapus posting ini karena terdeteksi 100 kopas dari blog saya tanpa izin (http://yusufandriana.com/siklus-hidup-tungau-laba-laba/).....thanks---> ada konsekuensi blog anda akan saya laporkan ke google agar di de index..thanks atas perhatianya
BalasHapus