Rabu, 17 April 2013

Siklus Hidup Tungau Laba-laba Pada Stroberi

Tungau laba-laba di dalam hidupnya mengalami metamorfosis yang disebut epimorfosis. Epimorfosis terdiri atas beberapa stadia, yaitu telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan imago. Setiap stadia bervariasi dalam kerentanan terhadap tekanan lingkungan, dan beberapa spesies mempertahankan diri dengan mengembangkan suatu stadia khusus, yaitu stadia diapause yang tahan terhadap lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangannya. Perkembangan tungau laba-laba relatif cepat dengan siklus hidup yang relatif singkat tetapi keperidiannya tidak tinggi untuk golongan artropoda. Berikut ini adalah gambar siklus hidup tungau laba-laba yang merupakan salah satu hama pada tanaman stroberi.
siklus hidup tungau laba-laba pada stroberi
Siklus hidup tungau laba-laba pada stroberi
Stadia Telur dan Larva
Stadia telur berlangsung selama 3 – 4 hari. Mortalitas telur biasanya menurun bila terjadi pembuahan. Telur yang dibuahi mempunyai peluang menetas yang lebih baik daripada telur yang tidak dibuahi. Stadia larva merupakan stadia yang paling singkat pada perkembangan tungau laba-laba, yaitu hanya membutuhkan waktu 1 hari.
Stadia Nimfa (Protonimfa dan Deutonimfa)
Stadia nimfa berlangsung selama 4 hari. Stadia ini terbagi dua, yaitu stadia protonimfa dan deutonimfa. Deutonimfa calon betina melekat pada permukaan daun, berdiam diri, dan kemudian memasuki masa istirahat terakhirnya, yaitu teliokrisalis.
Stadia Imago
Tungau laba-laba jantan menjadi dewasa mendahului tungau betina dan berada di dekat tungau betina yang sedang berada dalam stadia teliokrisalis. Jantan diduga dipandu oleh benang sutera dan pemikat kelamin (sex attractant) yang dilepaskan calon betina sehingga dapat menemukan teliokrisalis betina. Calon betina ini semakin lama semakin menarik jantan. Semakin mendekati waktu ganti kulit semakin banyak jantan yang mendekat. Perilaku jantan yang mendampingi stadia teliokrisalis betina tetranychid sebagai pendampingan prakopulasi (precopulatory guarding). Perilaku demikian menunjang pembuahan karena hanya kopulasi pertama yang efektif bagi betina tetranychid. Kopulasi terjadi segera setelah betina muda muncul. Hal ini dapat menerangkan mengapa pada suatu populasi biseksual yang normal, semua betina hampir selalu kopulasi.
Oviposisi pada Tetranychidae didahului oleh masa praoviposisi yang singkat. Oviposisi ini mencapai puncaknya secara cepat dan diikuti dengan penurunan oviposisi secara perlahan. Seekor tungau betina mampu meletakkan telur sebanyak 10 butir per hari. Imago betina dapat hidup sampai 24 hari dengan jumlah telur 200 butir. Banyaknya generasi dalam satu musim menyebabkan kerusakan yang ditimbulkan juga besar.
Tipe penetapan jenis kelamin tungau laba-laba adalah tipe arenotoki. Keturunan yang jantan berkembang dari telur-telur yang tidak dibuahi dan yang betina dari telur-telur yang dibuahi. Imago betina yang kopulasi akan menghasilkan keturunan jantan dan betina karena tidak semua telur dapat dibuahi. Oleh karena itu, jenis kelamin dari keturunan yang dihasilkan ditentukan oleh pembuahan dari telur. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal perilaku makan dan bertelur antara imago betina yang kopulasi dan yang tidak kopulasi, namun ada kecenderungan pada imago betina yang kopulasi akan menyebar koloninya. Nisbah kelamin yang ’normal’ dari tetranychid tidak diketahui, namun jumlah betina umumnya lebih banyak daripada jumlah jantan.
Selain mengalami perkembangan yang aktif, tungau laba-laba juga memiliki stadia diam atau inaktif (krisalis). Stadia inaktif ini terjadi sebanyak tiga kali yang menandakan akan adanya pergantian kulit, yaitu protokrisalis (antara stadia larva dan protonimfa), deutokrisalis (antara stadia protonimfa dan deutonimfa), dan teliokrisalis (antara stadia deutonimfa dan imago). Selama periode tidak aktif ini tungau akan mengaitkan dirinya pada substrat dan sebuah kulit baru terbentuk sebelum terjadi pelepasan eksuvium. Integumen robek di bagian dorsal kemudian tungau akan membebaskan diri dari eksuvium. Kulit lama tetap melekat pada substrat.
Tungau laba-laba pada masa inaktif sangat mudah diserang oleh predator. Meskipun begitu, tungau menghabiskan hampir setengah dari siklus hidupnya antara menetasnya telur dan munculnya imago sebagai stadia inaktif. Lamanya stadia inaktif ternyata memiliki kepentingan ekologi yang melebihi dari risiko pemangsaan oleh predator, yaitu suatu mekanisme pertahanan terhadap hujan yang tidak dapat diprediksi. Hujan merupakan faktor kematian utama tungau. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian pengaruh hujan buatan terhadap tingkat kematian stadia inaktif dan aktif bahwa mortalitas dewasa T. kanzawai lebih tinggi secara nyata dibandingkan deutonimfa inaktif.

1 komentar:

  1. mohon dihapus posting ini karena terdeteksi 100 kopas dari blog saya tanpa izin (http://yusufandriana.com/siklus-hidup-tungau-laba-laba/).....thanks---> ada konsekuensi blog anda akan saya laporkan ke google agar di de index..thanks atas perhatianya

    BalasHapus

Sample Text